Laki-laki dan perempuan setara di mata Allah. Sama-sama hamba dan  khalifah-Nya. Tapi kenapa hak waris mereka harus berbeda? Apa makna  keadilan dibalik hak waris tersebut?
*****
Sebagai anak lelaki sulung, Budi mendapat kasih sayang lebih.Mainannya  banyak dan mahal-mahal. Sekolahnya pun hingga perguruan tinggi di luar  negeri, atas biaya dari kocek orangtuanya sendiri. Sementara adiknya  yang semuanya perempuan tak meneruskan ke perguruan tinggi. Mereka  memilih bersekolah di kejuruan. Tentunya, sekolah di kejuruan, biayanya  lebih kecil daripada sekolah di luar negeri.Adik-adiknya memang tak  pernah protes."Sebagai calon suami dan ayah, Budi memang sepantasnya  dapat lebih," Dengar mereka berulang-ulang dari kedua orangtua mereka.
Begitu sang ayah meninggal,nurani Budi tiba-tiba terusik. Betapa tidak.  Semasa ayahnya hidup, ia telah menghabiskan biaya dan harta jauh lebih  banyak. Kini, ia lagi-lagi mendapatkan harta warisan yang lebih banyak  dari adik-adiknya. Ia merasa kurang pas menerima harta waris tersebut.  Karena, ia merasa sudah diongkosi dengan biaya yang cukup tinggi itu  akan tetap menerima dua kali lebih besar dari apa yang akan diterima  oleh ketiga adik perempuannya.
Sebersit tanya pun membuncah dalam batinnya; adilkah ketentuan pembagian  warisan dalam Islam itu? Kenapa adik-adiknya harus mendapat bagian  lebih kecil karena mereka berjenis kelamin perempuan? Benarkah Islam  lebih menguntungkan pihak lelaki dalam hal ini?
*****
Ya, pembagian warisan antara laki-laki dan perempuan dalam fiqh  dinyatakan perempuan memperoleh  separoh dari bagian yang diperoleh  laki-laki.Ketentuan ini memang bersumber dari surat An-nisa; ayat 11;
يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلَادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ  الْأُنْثَيَيْنِ فَإِنْ كُنَّ نِسَاءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ  ثُلُثَا مَا تَرَكَ وَإِنْ كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ  وَلِأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِنْ  كَانَ لَهُ وَلَدٌ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ  فَلِأُمِّهِ الثُّلُثُ فَإِنْ كَانَ لَهُ إِخْوَةٌ فَلِأُمِّهِ السُّدُسُ  مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ ءَابَاؤُكُمْ  وَأَبْنَاؤُكُمْ لَا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا  فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا ( النسـاء :  11)
Artinya; "Allah mensyariatkan bagimu tentang pembagian pusaka untuk  anak-anakmu. Bagi seorang laki-laki seperti bagian dua orang perempuan.  Dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka  dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu  seorang saja, maka ia memperoleh separoh harta."
Dan menurut ulama fiqh, ayat ini termasuk ayat qathi.Ayat yang bersifat  absolut, tidak bisa dibantahkan. Bahkan, menurut pendapat ini, orang  yang menolak kepastian makna ayat ini dapat dianggap kafir.
Kegundahan yang dialami Budi sebenarnya pernah di respon oleh Dr.  Munawwir Sjadzali pada tahun 1985, saat ia menjabat sebagai menteri  agama. Menurutnya, komposisi pembagian waris 1;2 itu tak lagi sesui  dengan kenyataan yang berkembang di komunitas umat Islam di tanah air.  Karena, komposisi tersebut dirasa tidak adil terhadap perempuan.   Sehingga, ia melontarkan gagasan  hak waris antara laki-laki dan  perempuan itu sama, 1;1. Namun sayang, gagasan tersebut disambut dengan  reaksi pro dan kontra yang cukup panas. Karena, dianggap melanggar  ketentuan Quran.
Namun, sejak tanggal 10 Mei 2004 lalu, parleman Iran telah mempelopori  Undang-Undang waris yang menyamakan hak waris perempuan dan laki-laki  itu sama 1;1. Begitu pula, hak waris duda dan janda sama. Seorang istri  akan mendapat seluruh warisan suaminya, tidak separoh. Nah, bagaimana  dengan keputusan Parleman negeri Mullah tersebut? Tidakkah, mereka  melanggar ketentuang Quran?
Untuk itu, memahami ayat waris tersebut tidak hanya dilihat secara  tekstual saja tapi juga harus dilihat secara historisnya. Ayat itu turun  saat perempuan di masa itu sama sekali tidak diberi hak mewarisi,  bahkan mereka malah menjadi bagian dari harta yang diwariskan. Dari  kenyataan itu, Islam datang dengan mengizinkan dan memberikan hak waris  kepada perempuan.  Jelaslah, penetapan syariat dengan memberikan hak  waris perempuan tersebut merupakan suatu hal yang revolusioner dan  radikal. Dengan demikian, secara historis, ayat tersebut merupakan  bentuk penyadaran kemanusiaa bahwa perempuan memiliki hak yang sama  dengan laki-laki untuk mempunyai harta. Karena prinsip Quran sendiri  adalah keadilan dan kesetaraan.
 Tapi, mengapa jumlah warisan laki-laki harus dilebihkan dari jumlah  warisan perempuan? Karena pola pembagian tersebut juga lantaran saat itu  beban kehidupan keluarga sepenuhnya ditanggung laki-laki. Perempuan  tidak punya kewajiban untuk memberikan maskawin dan nafkah kepada  keluarga mereka. Meski begitu, saat itu Islam memberikan jalan keluar  jika orangtua ingin memberikan bagian yang sama kepada anak-anak  mereka,baik laki maupun perempuan. Seperti hibah, pembagian warisan  ketika orangtua masih hidup. Dalam hal ini, Rasulullah Saw.pernah  menyatakan, "Samakanlah di antara anak-anakmu pemberianmu. Jika aku  boleh melebihkan pada salah satunya, sungguh aku akan melebihkan anak  perempuan."
Setidaknya alasan tersebut menuntun kita bahwa perbedaan perolehan  pembagian warisan itu bukan disebakan oleh faktor  biologis(kodrati),tetapi semata-mata disebabkan oleh sosial budaya,  dengan kata lain, persoalan gender. Karena disebabkan oleh sosial  budaya, maka hukum waris ini pun bisa berubah ketika basis sosial dan  ekonomi keluarga berubah. Apalagi sekarang ini, tak sedikit lagi  perempuan yang menjadi tulang punggung  menafkahi keluarganya. Untuk  itu, tidak ada halangan untuk melakukan modifikasi terhadap ketentuan  waris (2:1) karena muatan keadilannya berkurang. Seperti yang terjadi di  Iran. 
Ya, sebenarnya realitas kehidupan perempuan Iran tidak jauh berbeda  dengan perempuan Indonesia. Mereka sama-sama bisa beraktualisasi di  dunia pubilk. Namun, yang menarik dicermati dari kehidupan perempuan  Iran adalah, meski mereka bersembunyi dibalik jubah hitam, tapi wawasan,  pikiran mereka melangkah jauh lebih kedepan. Salah satunya adalah  dengan memelopori pembagian waris laki-laki dan perempuan sama.Nah,  akankah negeri kita juga menyetujui undang-undang hak waris yang sama  antara laki-laki dan perempuan seperti di negeri Mullah tersebut?
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar