Tulisan di bawah ini, saya copy paste dari akun facebook Fadly Abu Zayyan.
Kita harus mencoba melihat segala sesuatu dari perspektif yang luas. Apalagi jika itu terkait dengan komoditas yang saat ini menjadi isu global, dalam hal ini adalah energi. Termasuk terkuaknya kasus korupsi yang melanda Pertamina.
Kasus ini lagi-lagi menimbulkan polarisasi ke arah politik domestik. Padahal perspektifnya jauh lebih luas dari itu. Publik kubu pro pemerintah seolah menyalahkan Ahok yang pernah menjabat sebagai Komisaris Utama Pertamina, bahwa selama ini ngapain aja? Sebaliknya kubu satunya, mencoba mengarahkan seakan korupsi itu terjadi akibat ketidakmampuan Jokowi dalam mengelola negara yang kebetulan terjadi pada era pemerintahannya.
Dalam status singkat kemarin, sudah saya katakan bahwa kita sedang melawan Rezim Fosil. Dan yang terungkap pada kasus Korupsi Pertamina itu hanya proxy nya. Kenapa saya katakan demikian? Baiklah akan saya jelaskan pelan-pelan karena masih terkait dengan tulisan-tulisan lama saya.
Jika masih ingat dengan tulisan saya 5 tahun lalu pada 18/7/2020 dengan judul: "Cara Membunuh Thanos" yang intinya, Nafas Thanos adalah Uang dan Darahnya adalah Minyak (Fosil). Dengan kata lain, dalam tubuh Thanos itu terdapat Rezim Bankir dan Rezim Fosil. Maka untuk membunuhnya harus menghentikan aliran keduanya.
https://www.facebook.com/share/p/1646RffZUv/
Pendirian Danantara, Bank Emas, dan diungkapnya gunung es korupsi di Pertamina, termasuk juga Karen Agustiawan mantan Dirut Pertamina yang vonisnya juga diperberat, itu semua ada benang merahnya. Dan semuanya bermuara pada "Infinity Stone" milik Thanos. Apakah itu? Ya, BlackRock!
Pertama kita mulai dari Danantara. Terdapat tulisan saya tahun lalu, 22/11/2024 yang berjudul: "Danantara Adalah Penantang BlackRock".
https://www.facebook.com/share/p/1DDBfP2XQy
Intinya adalah Danantara berpotensi menggeser BlackRock sebagai lembaga investasi terbesar di dunia. Mengapa saya begitu optimis? Jika kita membaca tulisan "Cara Membunuh Thanos" 5 tahun lalu itu, sebenarnya saya sudah menyebut 3 negara di Asia yang menjadi proxy Thanos. Yaitu Saudi Arabia, Hongkong, dan Singapura. Nah, 3 negara inilah pemilik SWF (Sovereign Wealth Fund) terbesar di Asia yang terafiliasi ke BlackRock. Tak cukup di situ, dana yang dikelola oleh mereka, terutama di Singapura dan Hongkong, ternyata banyak yang berasal dari atau milik WNI. Nah lo! Dengan adanya SWF Danantara, tidak menutup kemungkinan dana yang mereka kelola akan pulang kampung ke Indonesia. Itu pointnya!
Selanjutnya, apa pula hubungannya dengan Bank Emas? Dalam sejarah sejak republik ini berdiri, baru pertama kali kita memiliki Bank Emas. Padahal negara ini penghasil emas terbesar ke 4 di dunia. Konyol bukan? Ya konyol lah! Wong setengah abad lebih hasil tambang emas dari Gunung Papua, hampir seluruhnya diboyong ke luar negeri! Dan selama itu pula kita dikadali melalui cara "Muslihat "Dalam Konsentrat" sebagaimana saya ulas pada tulisan 8 tahun lalu, 23/2/2017. Pada tulisan itu, saya juga menyinggung kecurangan dalam sektor pertambangan migas.
https://www.facebook.com/share/p/18pjvuJd6a/
Dengan adanya Bank Emas, maka emas di dalam negeri baik itu dari hasil tambang ataupun milik masyarakat tidak akan lari ke luar negeri lagi. Ini sangat penting, kenapa? Tatanan moneter dunia saat ini mengarah kepada revolusi dan kembali pada solid collateral atau kolateral berbasis emas. Dan itu sudah dimulai oleh Rusia di mana semua transaksi di negaranya, harus berdasarkan dengan nilai emas. Sebagaimana ulasan saya pada 3/4/2022 yang berjudul:
"Rusia telah kembali kepada Dinar dan Dirham"
https://www.facebook.com/share/p/1BCoYHqvpK
Terkait Revolusi Keuangan dan Energi Global, Indonesia memegang peran penting sekaligus sebagai tuan rumah bagi keduanya. Menjadi pemilik cadangan Solid Collateral terbesar di dunia, sekaligus pemilik cadangan mineral nikel sebagai kebutuhan bahan baku energi terbarukan. Itulah kenapa kita terus-menerus diganggu, karena jika hal ini terwujud maka tamatlah riwayat Thanos yang dalam serial Marvel disebut Endgame.
Pejabat Pertamina yang korup itu hanyalah proxy bagi mereka. Ini bisa kita lihat pada kasus Karen Agustiawan, yang sebenarnya juga menjadi hamba BlackRock sebagaimana tulisan saya pada 18/5/2024 yang berjudul:
Hamba BlackRock di Pertamina
https://www.facebook.com/share/p/18FWj9YexM
Dalam kasus Karen, ia didakwa melakukan komunikasi dengan pihak Blackstone yang merupakan salah satu pemegang saham pada Cheniere Energy dengan tujuan mendapat jabatan sebagai Senior Advisor Private Equity Group Blackstone. Dan tahukah kita siapa itu Blackstone? Ia adalah perusahaan investasi yang mana pada tahun 1995, Blackstone menjual sahamnya di BlackRock kepada PNC Financial Services seharga $250 juta.
Sementara untuk kasus korupsi di Pertamina Patra Niaga ini justru lebih parah lagi. Mencampur bahan bakar dengan oktan yang rendah itu, tak sekedar bermotif mengeruk keuntungan jika jumlahnya diakumulasi, kerugian negara mencapai hingga Rp.1.000 triliun. Dan yang dinikmati oleh para tersangka itu, meski tampak besar, tapi hanyalah sebagian kecil saja. Yang paling diuntungkan adalah para Godfather Rezim Fosil di belakang mereka. Mengingat bahan bakar dengan kadar oktan di bawah 90 sudah tidak dipakai di negara lain.
Namun juga ada motif lain yang jauh lebih besar dan tidak kita sadari yaitu, untuk menggagalkan komitmen Indonesia dalam hal menurunkan emisi karbon. Semakin rendah kadar oktan, maka ia akan menghasilkan emisi karbon lebih tinggi.
Sebagai tuan rumah penghasil bahan bakar hijau, Indonesia memiliki potensi yang besar untuk mengembangkan energi terbarukan. Namun jika kita tidak mampu menekan emisi karbon, maka akan ada beberapa konsekuensi dari sisi regulasi yaitu: Peninjauan kembali komitmen Perjanjian Paris, dimana Indonesia telah menandatangani kesepakatan tentang Perubahan Iklim pada tahun 2015 itu.
Akibat tidak mampu menekan emisi karbon, bisa juga terjadi pengawasan lebih ketat dari PBB dan Bank Dunia, bahkan mungkin pengenaan sanksi ekonomi dari negara-negara lain atau organisasi internasional. Dan yang paling krusial adalah, kehilangan kesempatan Investasi karena ini menyangkut trust atas komitmen sebuah negara.
Kenapa kehilangan kesempatan investasi bisa dianggap paling krusial? Karena ini berkenaan dengan arus dana yang akan masuk. Selain untuk memperkokoh eksistensi Danantara, juga bisa memperkuat nilai tukar mata uang kita.
Itulah kenapa saya katakan perang sudah dimulai? Ya, perang ini memang tidak terlihat, tapi sangat bisa kita rasakan. Inilah yang dinamakan "Invisible and Asymmetric War".
Baru saja kita meluncurkan Danantara dan Bank Emas serta bersih-bersih para mafia dan proxy-nya, langsung diserang oleh propaganda bahwa Rupiah akan menjadi mata uang terburuk di Asia. Hal itu dilontarkan oleh Goldman Sachs. Siapakah dia? Siapa lagi kalau bukan sekutu dekat BlackRock!
Larry Fink, CEO BlackRock pernah bekerja di Goldman Sachs sebagai kepala departemen fixed income sebelum bergabung dengan BlackRock. Itulah kenapa Goldman Sachs telah bekerja sama dengan BlackRock dalam berbagai kesempatan.
BlackRock adalah "Infinity Stone"
https://www.facebook.com/share/v/1DHqRfqqbV/
Dari pemaparan ini semua, semoga kita sadar dan bersatu bahwa lawan kita bukan kaleng-kaleng. Itulah kenapa Presiden Prabowo Subianto juga menggandeng Presiden Joko Widodo termasuk Presiden SBY untuk bertarung melawan Thanos. Sementara bagi mantan presiden yang gampang tantrum, biarlah sibuk dengan urusan kandang dan sekjennya. Karena kalau diajak, istilah Orang Jawa bilang "malah nyrimpeti". Paham ya Mak?!
*FAZ*