Sabtu, 03 Juli 2010

Menyoal Keadilan Hak Waris Perempuan

Laki-laki dan perempuan setara di mata Allah. Sama-sama hamba dan khalifah-Nya. Tapi kenapa hak waris mereka harus berbeda? Apa makna keadilan dibalik hak waris tersebut?
*****


Sebagai anak lelaki sulung, Budi mendapat kasih sayang lebih.Mainannya banyak dan mahal-mahal. Sekolahnya pun hingga perguruan tinggi di luar negeri, atas biaya dari kocek orangtuanya sendiri. Sementara adiknya yang semuanya perempuan tak meneruskan ke perguruan tinggi. Mereka memilih bersekolah di kejuruan. Tentunya, sekolah di kejuruan, biayanya lebih kecil daripada sekolah di luar negeri.Adik-adiknya memang tak pernah protes."Sebagai calon suami dan ayah, Budi memang sepantasnya dapat lebih," Dengar mereka berulang-ulang dari kedua orangtua mereka.
Begitu sang ayah meninggal,nurani Budi tiba-tiba terusik. Betapa tidak. Semasa ayahnya hidup, ia telah menghabiskan biaya dan harta jauh lebih banyak. Kini, ia lagi-lagi mendapatkan harta warisan yang lebih banyak dari adik-adiknya. Ia merasa kurang pas menerima harta waris tersebut. Karena, ia merasa sudah diongkosi dengan biaya yang cukup tinggi itu akan tetap menerima dua kali lebih besar dari apa yang akan diterima oleh ketiga adik perempuannya.

Sebersit tanya pun membuncah dalam batinnya; adilkah ketentuan pembagian warisan dalam Islam itu? Kenapa adik-adiknya harus mendapat bagian lebih kecil karena mereka berjenis kelamin perempuan? Benarkah Islam lebih menguntungkan pihak lelaki dalam hal ini?
*****

Ya, pembagian warisan antara laki-laki dan perempuan dalam fiqh dinyatakan perempuan memperoleh separoh dari bagian yang diperoleh laki-laki.Ketentuan ini memang bersumber dari surat An-nisa; ayat 11;
يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلَادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ فَإِنْ كُنَّ نِسَاءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ وَإِنْ كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ وَلِأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِنْ كَانَ لَهُ وَلَدٌ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلِأُمِّهِ الثُّلُثُ فَإِنْ كَانَ لَهُ إِخْوَةٌ فَلِأُمِّهِ السُّدُسُ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ ءَابَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ لَا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا ( النسـاء : 11)
Artinya; "Allah mensyariatkan bagimu tentang pembagian pusaka untuk anak-anakmu. Bagi seorang laki-laki seperti bagian dua orang perempuan. Dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separoh harta."


Dan menurut ulama fiqh, ayat ini termasuk ayat qathi.Ayat yang bersifat absolut, tidak bisa dibantahkan. Bahkan, menurut pendapat ini, orang yang menolak kepastian makna ayat ini dapat dianggap kafir.


Kegundahan yang dialami Budi sebenarnya pernah di respon oleh Dr. Munawwir Sjadzali pada tahun 1985, saat ia menjabat sebagai menteri agama. Menurutnya, komposisi pembagian waris 1;2 itu tak lagi sesui dengan kenyataan yang berkembang di komunitas umat Islam di tanah air. Karena, komposisi tersebut dirasa tidak adil terhadap perempuan. Sehingga, ia melontarkan gagasan hak waris antara laki-laki dan perempuan itu sama, 1;1. Namun sayang, gagasan tersebut disambut dengan reaksi pro dan kontra yang cukup panas. Karena, dianggap melanggar ketentuan Quran.


Namun, sejak tanggal 10 Mei 2004 lalu, parleman Iran telah mempelopori Undang-Undang waris yang menyamakan hak waris perempuan dan laki-laki itu sama 1;1. Begitu pula, hak waris duda dan janda sama. Seorang istri akan mendapat seluruh warisan suaminya, tidak separoh. Nah, bagaimana dengan keputusan Parleman negeri Mullah tersebut? Tidakkah, mereka melanggar ketentuang Quran?
Untuk itu, memahami ayat waris tersebut tidak hanya dilihat secara tekstual saja tapi juga harus dilihat secara historisnya. Ayat itu turun saat perempuan di masa itu sama sekali tidak diberi hak mewarisi, bahkan mereka malah menjadi bagian dari harta yang diwariskan. Dari kenyataan itu, Islam datang dengan mengizinkan dan memberikan hak waris kepada perempuan. Jelaslah, penetapan syariat dengan memberikan hak waris perempuan tersebut merupakan suatu hal yang revolusioner dan radikal. Dengan demikian, secara historis, ayat tersebut merupakan bentuk penyadaran kemanusiaa bahwa perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki untuk mempunyai harta. Karena prinsip Quran sendiri adalah keadilan dan kesetaraan.


Tapi, mengapa jumlah warisan laki-laki harus dilebihkan dari jumlah warisan perempuan? Karena pola pembagian tersebut juga lantaran saat itu beban kehidupan keluarga sepenuhnya ditanggung laki-laki. Perempuan tidak punya kewajiban untuk memberikan maskawin dan nafkah kepada keluarga mereka. Meski begitu, saat itu Islam memberikan jalan keluar jika orangtua ingin memberikan bagian yang sama kepada anak-anak mereka,baik laki maupun perempuan. Seperti hibah, pembagian warisan ketika orangtua masih hidup. Dalam hal ini, Rasulullah Saw.pernah menyatakan, "Samakanlah di antara anak-anakmu pemberianmu. Jika aku boleh melebihkan pada salah satunya, sungguh aku akan melebihkan anak perempuan."


Setidaknya alasan tersebut menuntun kita bahwa perbedaan perolehan pembagian warisan itu bukan disebakan oleh faktor biologis(kodrati),tetapi semata-mata disebabkan oleh sosial budaya, dengan kata lain, persoalan gender. Karena disebabkan oleh sosial budaya, maka hukum waris ini pun bisa berubah ketika basis sosial dan ekonomi keluarga berubah. Apalagi sekarang ini, tak sedikit lagi perempuan yang menjadi tulang punggung menafkahi keluarganya. Untuk itu, tidak ada halangan untuk melakukan modifikasi terhadap ketentuan waris (2:1) karena muatan keadilannya berkurang. Seperti yang terjadi di Iran.

Ya, sebenarnya realitas kehidupan perempuan Iran tidak jauh berbeda dengan perempuan Indonesia. Mereka sama-sama bisa beraktualisasi di dunia pubilk. Namun, yang menarik dicermati dari kehidupan perempuan Iran adalah, meski mereka bersembunyi dibalik jubah hitam, tapi wawasan, pikiran mereka melangkah jauh lebih kedepan. Salah satunya adalah dengan memelopori pembagian waris laki-laki dan perempuan sama.Nah, akankah negeri kita juga menyetujui undang-undang hak waris yang sama antara laki-laki dan perempuan seperti di negeri Mullah tersebut?